Pentingnya sosialisasi program Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Surabaya dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Surabaya, menjadi salah satu alasan Hendro D. Laksono mempersembahkan website www.ajiurabaya.org dan www.lbhsurabaya.org. "Semoga, apa yang dilakukan AJI Surabaya dan LBH Surabaya semakin tersosialisasi dengan baik dan bisa membantu masyarakat,"kata Hendro, belum lama ini.
Hendro D. Laksono adalah mantan Chief Editor majalah Mossaik, yang sempat didampingi AJI Surabaya dan LBH Surabaya saat bersengketa dengan PT Radio Fiskaria Jaya Suara Surabaya (Radio Suara Surabaya). Dalam perjuangan mempertahankan hak-haknya sebagai pekerja itu mencapai titik akhir disepakatinya opsi pensiun dini oleh PT Radio Fiskaria Jaya Suara Surabaya, sebagai alasan pemutusan hubungan kerja (PHK) pada Hendro. Sebelumnya, PT Radio Fiskaria Jaya Suara Surabaya menuduh Hendro melakukan tindakan melanggar etika. Tuduhan itu tidak terbukti.
Dalam proses itu, Hendro menyadari pentingnya AJI Surabaya dan LBH Surabaya mensosialisasikan program kerjasa melalui website. Menurutnya, semakin banyak orang yang mengatahui program kerja AJI Surabaya dan LBH Surabaya, akan semakin mampu membuka khasanah pengetahuan mengenai banyak hal. "Saya misalnya, selama ini hanya mengetahui kulit-kulih hukum perburuhan, setelah berdialog dengan AJI Surabaya dan LBH Surabaya, maka sekarang sedikit lebih paham," katanya merendah.
Karena itulah, Hendro merasa "perlu" mempersembahkan website untuk dua organisasi itu. "Semoga setelah ini, semakin banyak orang yang tahu hukum, dan bisa membela hak-haknya yang terancam," katanya. Tunggu apalagi, buka website www.ajisurabaya.org dan www.lbhsurabaya.org.
Berita Terbaru AJI Surabaya
Punya masukan untuk AJI Surabaya? Undangan, bahkan pengaduan pelanggaran etika anggota AJI Surabaya? Kirimkan melalui email di ajisurabaya@yahoo.com. Atau telp/fax di nomor 031.5035086. Semua masukan, kritik dll akan dimuat di blog ini. Tetap profesional dan independen!
Rabu, 12 November 2008
Selasa, 28 Oktober 2008
Akhirnya, SS Meminta Maaf Kepada Hendro D. Laksono
Hendro Minta SS Mendukung Pembentukan Serikat dan Memperjelas Nasib ex-Karyawan Mossaik
Akhirnya PT Radio Fiskaria Jaya Suara Surabaya menyepakati opsi pensiun dini sebagai alasan pemutusan hubungan kerja (PHK) pada Hendro D. Laksono, Chief Editor Majalah Mossaik. Sebaliknya, meski beberapa pra syarat PHK-nya ditolak, Hendro akhirnya menyepakati opsi pensiun dini terhitung sejak 1 Nopember 2008. Keputusan ini muncul dalam bipartit terakhir di SS Media, Selasa (28/10) kemarin.
Berbeda dengan pertemuan-pertemuan terdahulu, bipartit kali ini bergulir sangat cepat. Nyaris tak ada perdebatan. Seluruh peserta forum, Rommy Febriansyah selaku Direktur Keuangan dan Umum Administrasi (mewakili SS), Hendro, Djuli Edy Muryadi (kuasa hukum SS), Athoillah (LBH Surabaya), dan Punjung (SS Media), tak lagi menyodorkan argumetasi yang berseberangan.
“Keputusan kemarin (24/10) sudah disampaikan pada manajemen (SS Media). Intinya tidak ada masalah. Dan saya secara pribadi dan mewakili SS Media juga minta maaf bila ada yang tidak berkenan pada proses maupun putusan,” kata Romi, membuka forum.
Menanggapi hal ini Hendro mengatakan, pada prinsipnya definisi pensiun dini sebagai alasan PHK merupakan titik temu yang paling mungkin dijajaki. “Karena secara informal, saya juga sudah pernah menyampaikan keinginan ini pada saudara Romi dan Errol Jonathans. Sehingga saya menyetujui solusi ini,” tegas Hendro.
Walau, lanjutnya, opsi-opsi yang ia tawarkan sebagai prasyarat mentah di tengah jalan. “Tapi setidaknya saya akan berusaha percaya, manajemen SS tetap menjalankan syarat yang saya ajukan dalam bentuk yang berbeda,” lanjutnya. Syarat yang ia maksud diantaranya sikap positif manajemen SS terhadap pembentukan serikat pekerja dan jaminan kejelasan status karyawan di SS, khususnya di M-COMM (Mossaik Communications).
“Sementara secara teknis, manajemen SS akan memberikan pesangon sesuai UU No 13 tahun 2003 dan kami juga bersedia memberikan surat referensi dengan label positif untuk pada Saudara Hendro,” tandas Romi.
Menjelang akhir forum Athoillah mengingatkan agar hasil pembicaraan dalam forum bisa segera di wujudkan pada risalah yang kelak ditandatangani pihak SS dan Hendro, termasuk saksi. “Karena risalah ini pasti akan diminta pihak Disnaker sebagai syarat pembatalan tripartit yang sudah diajukan SS Media pada akhir Juli 2008 lalu,” katanya.
Setelah semua pihak bersepakat, forum langsung membuat draft berita acara yang poin-poinnya kurang lebih sebagai berikut :
Pada hari ini Selasa tanggal 28 Oktober 2008, Pukul 17.00 WIB bertempat di Kantor PT Radio Fiskaria Jaya Suara Surabaya jalan wonokitri besar 40 C Surabaya telah dilakukan pertemuan (Bipartit) antara:
PT.Radio Fiskaria Jaya Suara Surabaya yang diwakili oleh Rommy Febriansyah selaku Direktur Keuangan & Umum Administrasi
Hendro Dwijo Laksono, selaku Chief Editor Mossaik / Manager, karyawan PT.Radio Fiskaria Jaya Suara Surabaya.
Dalam pertemuan ini Perseroan menyampaikan kehendak untuk melakukan Pemutusan Hubungan Kerja karena Pensiun Dini terhadap suadara Hendro Dwijo Laksono dan suadara Hendro Dwijo Laksono menyetujui kehendak tersebut.
Atas kesepakatan tersebut mulai dari tanggal 01 November 2008 saudara Hendro Dwijo Laksono sudah bukan lagi sebagai karyawan di PT.Radio Fiskaria Jaya Suara Surabaya.
Berdasarkan kesepakatan tersebut, bagi karyawan Hendro Dwijo Laksono akan diberikan hak-haknya sesuai dengan ketentuan pasal 167 ayat (5) jis. pasal 156 ayat (2),pasal 156 ayat (3), pasal 156 ayat (4) UU Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.
Demikian Berita Acara ini dibuat dan disetujui oleh kedua belah pihak yang didampingi masing-masing kuasa hukumnya, pada hari dan tanggal tersebut di atas.
Di bagian akhir berita acara, ada tanda tangan bermaterai antara pihak PT Radio Fiskaria Jaya Suara Surabaya yang diwakili Romi, Hendro, Djuli Edy, dan Athoillah.
Akhirnya PT Radio Fiskaria Jaya Suara Surabaya menyepakati opsi pensiun dini sebagai alasan pemutusan hubungan kerja (PHK) pada Hendro D. Laksono, Chief Editor Majalah Mossaik. Sebaliknya, meski beberapa pra syarat PHK-nya ditolak, Hendro akhirnya menyepakati opsi pensiun dini terhitung sejak 1 Nopember 2008. Keputusan ini muncul dalam bipartit terakhir di SS Media, Selasa (28/10) kemarin.
Berbeda dengan pertemuan-pertemuan terdahulu, bipartit kali ini bergulir sangat cepat. Nyaris tak ada perdebatan. Seluruh peserta forum, Rommy Febriansyah selaku Direktur Keuangan dan Umum Administrasi (mewakili SS), Hendro, Djuli Edy Muryadi (kuasa hukum SS), Athoillah (LBH Surabaya), dan Punjung (SS Media), tak lagi menyodorkan argumetasi yang berseberangan.
“Keputusan kemarin (24/10) sudah disampaikan pada manajemen (SS Media). Intinya tidak ada masalah. Dan saya secara pribadi dan mewakili SS Media juga minta maaf bila ada yang tidak berkenan pada proses maupun putusan,” kata Romi, membuka forum.
Menanggapi hal ini Hendro mengatakan, pada prinsipnya definisi pensiun dini sebagai alasan PHK merupakan titik temu yang paling mungkin dijajaki. “Karena secara informal, saya juga sudah pernah menyampaikan keinginan ini pada saudara Romi dan Errol Jonathans. Sehingga saya menyetujui solusi ini,” tegas Hendro.
Walau, lanjutnya, opsi-opsi yang ia tawarkan sebagai prasyarat mentah di tengah jalan. “Tapi setidaknya saya akan berusaha percaya, manajemen SS tetap menjalankan syarat yang saya ajukan dalam bentuk yang berbeda,” lanjutnya. Syarat yang ia maksud diantaranya sikap positif manajemen SS terhadap pembentukan serikat pekerja dan jaminan kejelasan status karyawan di SS, khususnya di M-COMM (Mossaik Communications).
“Sementara secara teknis, manajemen SS akan memberikan pesangon sesuai UU No 13 tahun 2003 dan kami juga bersedia memberikan surat referensi dengan label positif untuk pada Saudara Hendro,” tandas Romi.
Menjelang akhir forum Athoillah mengingatkan agar hasil pembicaraan dalam forum bisa segera di wujudkan pada risalah yang kelak ditandatangani pihak SS dan Hendro, termasuk saksi. “Karena risalah ini pasti akan diminta pihak Disnaker sebagai syarat pembatalan tripartit yang sudah diajukan SS Media pada akhir Juli 2008 lalu,” katanya.
Setelah semua pihak bersepakat, forum langsung membuat draft berita acara yang poin-poinnya kurang lebih sebagai berikut :
Pada hari ini Selasa tanggal 28 Oktober 2008, Pukul 17.00 WIB bertempat di Kantor PT Radio Fiskaria Jaya Suara Surabaya jalan wonokitri besar 40 C Surabaya telah dilakukan pertemuan (Bipartit) antara:
PT.Radio Fiskaria Jaya Suara Surabaya yang diwakili oleh Rommy Febriansyah selaku Direktur Keuangan & Umum Administrasi
Hendro Dwijo Laksono, selaku Chief Editor Mossaik / Manager, karyawan PT.Radio Fiskaria Jaya Suara Surabaya.
Dalam pertemuan ini Perseroan menyampaikan kehendak untuk melakukan Pemutusan Hubungan Kerja karena Pensiun Dini terhadap suadara Hendro Dwijo Laksono dan suadara Hendro Dwijo Laksono menyetujui kehendak tersebut.
Atas kesepakatan tersebut mulai dari tanggal 01 November 2008 saudara Hendro Dwijo Laksono sudah bukan lagi sebagai karyawan di PT.Radio Fiskaria Jaya Suara Surabaya.
Berdasarkan kesepakatan tersebut, bagi karyawan Hendro Dwijo Laksono akan diberikan hak-haknya sesuai dengan ketentuan pasal 167 ayat (5) jis. pasal 156 ayat (2),pasal 156 ayat (3), pasal 156 ayat (4) UU Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.
Demikian Berita Acara ini dibuat dan disetujui oleh kedua belah pihak yang didampingi masing-masing kuasa hukumnya, pada hari dan tanggal tersebut di atas.
Di bagian akhir berita acara, ada tanda tangan bermaterai antara pihak PT Radio Fiskaria Jaya Suara Surabaya yang diwakili Romi, Hendro, Djuli Edy, dan Athoillah.
Jumat, 24 Oktober 2008
Perselisihan SS Media-Hendro Masuki Tahap Solusi
Manajemen PT Radio Fiskaria Jaya Suara Surabaya akhirnya meralat alasan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap Hendro D. Laksono, Chief Editor Majalah Mossaik.
Definisi yang semula mengarah pada pelanggaran integritas dan kesepakatan kerja sama, berubah menjadi pensiun dini. Kesepakatan ini lahir dari pertemuan bipartit yang diadakan di kantor SS, Jl Wonokitri Besar 40-C, Juma’t (24/10).
Dengan demikian, atribut ‘negatif’ yang sebelumnya melekat di Hendro runtuh sudah. Apalagi dalam pertemuan sebelumnya (13/10), Romi Febriansyah (Direktur Umum dan Administrasi SS Media) juga mempertegas, secara legal formal, Hendro tidak melakukan pelanggaran apapun. “Hanya pelanggaran etika dan corporate culture,” kata Romi waktu itu.
Namun di depan peserta forum, Juli Eddy (pengacara SS), Punjung (finance SS), Athoillah (LBH Surabaya), dan Andre (AJI), Romi tetap menggaris bawahi, manajemen SS masih kukuh pada pendirian, manajemen tak bisa menerima Hendro sebagai bagian dari SS Media.
Meski di sisi lain manajemen juga mengakui, Hendro memberi kontribusi cukup positif pada pengembangan media cetak di SS Media, mulai dari Majalah Mossaik, Surabaya City Guide, dan EastJava Traveler.
Dengan demikian, potensi Hendro untuk kembali bekerja di SS tertutup sudah. Sehingga jalan penyelesaianpun mengarah pada opsi PHK karena pensiun dini.
Kebetulan, beberapa saat sebelum konflik ini muncul kali pertama pada 19 Juli 2008 lalu, Hendro memang sudah berniat untuk mengajukan pensiun dini. Niat ini muncul karena Majalah Mossaik tempat ia bekerja sudah tutup sejak tahun 2006, dan upaya pengembangan media cetak baru di SS terus tertutup kecuali Surabaya City Guide.
Tetap PHK
“Selengkap apapun saya menyodorkan data dan bukti untuk memperkuat keyakinan bahwa saya tidak bersalah, saya berpikir, statement Saudara Romi dalam pertemuan 13 Oktober 2008 lalu sudah memperjelas semuanya,” papar Hendro di depan forum. “Bahwa pertama, perusahaan pada dasarnya sudah tidak bisa menerima saya sebagai bagian dari SS Media. Kedua, perusahaan (SS Media) sudah tidak mungkin mengembangkan unit usaha yang bisa menampung kompetensi saya di bidang media massa,” tambahnya.
Untuk itu, Hendro siap di PHK karena alasan pensiun dengan beberapa catatan. Selain pesangon yang sesuai dengan UU, ia juga meminta agar SS membayar kerugian imaterial sebanyak 27 kali gaji. “Dimana 27 merupakan representasi masa kerja pasca penutupan Majalah Mossaik dan ketidakjelasan status, fungsi, job disc, dan perlakuan-perlakuan tidak menyenangkan dari atasan yang saya anggap disengaja manajemen SS Media, terhitung sejak bulan Agustus 2006 hingga Oktober 2008,” jelas Hendro.
Hendro juga memberi catatan tambahan sebagai syarat, seperti permintaan agar manajemen SS mau membuat pernyataan di milis internal yang isinya siap memberi fasilitas pada upaya pembentukan serikat pekerja di SS Media, sekaligus memberi jaminan keselamatan karir dan kenyamanan siapapun yang tergabung di Serikat Pekerja SS Media.
Sedangkan catatan terakhir, ia juga meminta agar SS segera membangun sebuah mekanisme yang secara tegas, dalam pengertian memenuhi prasyarat legal dan formal, untuk memperjelas status karyawan, termasuk fungsi, hak, job disc, mekanisme kontrol dari atas ke bawah dan dari bawah ke atas, sekaligus re-orientasi SS sebagai sebuah lembaga media.
Usai pembacaan opsi penyelesaian ini, Romi mengatakan, perusahaan sulit untuk menerima poin-poin itu. Khususnya di pemenuhan kerugian imaterial, pernyataan di milis tentang serikat pekerja, dan upaya mempertegas status karyawan di Mossaik. Meski ia paham, SK yang dimiliki sebagian crew Mossaik memang perlu di-update. Karena SK lama itu masih menggunakan atribut pekerja media di Majalah Mossaik. Sementara sejak 2006, mereka sudah tidak bisa dikatakan sebagai tim redaksi Majalah Mossaik.
Karena perundingan mulai berjalan alot, akhirnya forum dihentikan dan rencananya akan dilanjukan Selasa (28/10).
Langkah Maju
Pertemuan kali ini, menurut Athoilah, Andre, dan Juli Eddy, sebetulnya sudah hampir sampai di ranah yang cukup positif. Karena kompromi dari dua belah pihak membuktikan, niat untuk mencapai penyelesaian sudah ada.
“Meski kalau boleh saya bilang, akan lebih bagus jika saudara Hendro tetap kembali bekerja di SS,” kata Atok. Namun sikap manajemen SS yang tegas menolak bergabungnya kembali Hendro, sudah sulit untuk dirubah.
Senada dengan penyataan ini, baik Hendro dan Romi juga sepakat, forum kali ini berjalan cukup baik. Hanya saja, kata Romi, ia sulit memenuhi poin-poin yang disampaikan Hendro. Khusus serikat pekerja dan niat perbaikan di status karyawan SS, khususnya di M-COMM (Mossaik Communications, bentuk baru Majalah Mossaik), kata Romi, sebenarnya tak perlu dijadikan sebagai syarat.
“Karena itu memang hal yang ke depan akan jadi prioritas bagi kami, khususnya setelah muncul kasus Hendro. Ini pelajaran baik buat kita semua,” akunya.
Sementara Hendro menjelaskan, permintaan pemenuhan kerugian imaterial seperti yang ia katakan di forum, sebetulnya memiliki titik berat pada masa 27 bulan. “Bukan semata-mata pemenuhan kerugian imaterial. Tapi yang ingin saya katakan sebetulnya, selama 27 bulan itu, SS bersikap tidak profesional. Itu saja,” tandasnya.
“Dan saya juga nggak berminat untuk bicara duit. Ketika itu sudah saya sampaikan di forum, saya anggap sudah selesai. Karena harapan saya, itu jadi wacana di manajemen SS,” tambahnya.
Tentang permintaan serikat pekerja? “Saya merasa perlu diwacanakan sebagai syarat agar SS tahu, karyawan butuh jaminan keselamatan dan kenyamanan ketika akhirnya membangun serikat pekerja. Agar ke depan, ketika ada karyawan mengalami nasib seperti saya, karyawan tidak diadili dengan semena-mena seperti yang saya alami,” kata Hendro lagi.
Definisi yang semula mengarah pada pelanggaran integritas dan kesepakatan kerja sama, berubah menjadi pensiun dini. Kesepakatan ini lahir dari pertemuan bipartit yang diadakan di kantor SS, Jl Wonokitri Besar 40-C, Juma’t (24/10).
Dengan demikian, atribut ‘negatif’ yang sebelumnya melekat di Hendro runtuh sudah. Apalagi dalam pertemuan sebelumnya (13/10), Romi Febriansyah (Direktur Umum dan Administrasi SS Media) juga mempertegas, secara legal formal, Hendro tidak melakukan pelanggaran apapun. “Hanya pelanggaran etika dan corporate culture,” kata Romi waktu itu.
Namun di depan peserta forum, Juli Eddy (pengacara SS), Punjung (finance SS), Athoillah (LBH Surabaya), dan Andre (AJI), Romi tetap menggaris bawahi, manajemen SS masih kukuh pada pendirian, manajemen tak bisa menerima Hendro sebagai bagian dari SS Media.
Meski di sisi lain manajemen juga mengakui, Hendro memberi kontribusi cukup positif pada pengembangan media cetak di SS Media, mulai dari Majalah Mossaik, Surabaya City Guide, dan EastJava Traveler.
Dengan demikian, potensi Hendro untuk kembali bekerja di SS tertutup sudah. Sehingga jalan penyelesaianpun mengarah pada opsi PHK karena pensiun dini.
Kebetulan, beberapa saat sebelum konflik ini muncul kali pertama pada 19 Juli 2008 lalu, Hendro memang sudah berniat untuk mengajukan pensiun dini. Niat ini muncul karena Majalah Mossaik tempat ia bekerja sudah tutup sejak tahun 2006, dan upaya pengembangan media cetak baru di SS terus tertutup kecuali Surabaya City Guide.
Tetap PHK
“Selengkap apapun saya menyodorkan data dan bukti untuk memperkuat keyakinan bahwa saya tidak bersalah, saya berpikir, statement Saudara Romi dalam pertemuan 13 Oktober 2008 lalu sudah memperjelas semuanya,” papar Hendro di depan forum. “Bahwa pertama, perusahaan pada dasarnya sudah tidak bisa menerima saya sebagai bagian dari SS Media. Kedua, perusahaan (SS Media) sudah tidak mungkin mengembangkan unit usaha yang bisa menampung kompetensi saya di bidang media massa,” tambahnya.
Untuk itu, Hendro siap di PHK karena alasan pensiun dengan beberapa catatan. Selain pesangon yang sesuai dengan UU, ia juga meminta agar SS membayar kerugian imaterial sebanyak 27 kali gaji. “Dimana 27 merupakan representasi masa kerja pasca penutupan Majalah Mossaik dan ketidakjelasan status, fungsi, job disc, dan perlakuan-perlakuan tidak menyenangkan dari atasan yang saya anggap disengaja manajemen SS Media, terhitung sejak bulan Agustus 2006 hingga Oktober 2008,” jelas Hendro.
Hendro juga memberi catatan tambahan sebagai syarat, seperti permintaan agar manajemen SS mau membuat pernyataan di milis internal yang isinya siap memberi fasilitas pada upaya pembentukan serikat pekerja di SS Media, sekaligus memberi jaminan keselamatan karir dan kenyamanan siapapun yang tergabung di Serikat Pekerja SS Media.
Sedangkan catatan terakhir, ia juga meminta agar SS segera membangun sebuah mekanisme yang secara tegas, dalam pengertian memenuhi prasyarat legal dan formal, untuk memperjelas status karyawan, termasuk fungsi, hak, job disc, mekanisme kontrol dari atas ke bawah dan dari bawah ke atas, sekaligus re-orientasi SS sebagai sebuah lembaga media.
Usai pembacaan opsi penyelesaian ini, Romi mengatakan, perusahaan sulit untuk menerima poin-poin itu. Khususnya di pemenuhan kerugian imaterial, pernyataan di milis tentang serikat pekerja, dan upaya mempertegas status karyawan di Mossaik. Meski ia paham, SK yang dimiliki sebagian crew Mossaik memang perlu di-update. Karena SK lama itu masih menggunakan atribut pekerja media di Majalah Mossaik. Sementara sejak 2006, mereka sudah tidak bisa dikatakan sebagai tim redaksi Majalah Mossaik.
Karena perundingan mulai berjalan alot, akhirnya forum dihentikan dan rencananya akan dilanjukan Selasa (28/10).
Langkah Maju
Pertemuan kali ini, menurut Athoilah, Andre, dan Juli Eddy, sebetulnya sudah hampir sampai di ranah yang cukup positif. Karena kompromi dari dua belah pihak membuktikan, niat untuk mencapai penyelesaian sudah ada.
“Meski kalau boleh saya bilang, akan lebih bagus jika saudara Hendro tetap kembali bekerja di SS,” kata Atok. Namun sikap manajemen SS yang tegas menolak bergabungnya kembali Hendro, sudah sulit untuk dirubah.
Senada dengan penyataan ini, baik Hendro dan Romi juga sepakat, forum kali ini berjalan cukup baik. Hanya saja, kata Romi, ia sulit memenuhi poin-poin yang disampaikan Hendro. Khusus serikat pekerja dan niat perbaikan di status karyawan SS, khususnya di M-COMM (Mossaik Communications, bentuk baru Majalah Mossaik), kata Romi, sebenarnya tak perlu dijadikan sebagai syarat.
“Karena itu memang hal yang ke depan akan jadi prioritas bagi kami, khususnya setelah muncul kasus Hendro. Ini pelajaran baik buat kita semua,” akunya.
Sementara Hendro menjelaskan, permintaan pemenuhan kerugian imaterial seperti yang ia katakan di forum, sebetulnya memiliki titik berat pada masa 27 bulan. “Bukan semata-mata pemenuhan kerugian imaterial. Tapi yang ingin saya katakan sebetulnya, selama 27 bulan itu, SS bersikap tidak profesional. Itu saja,” tandasnya.
“Dan saya juga nggak berminat untuk bicara duit. Ketika itu sudah saya sampaikan di forum, saya anggap sudah selesai. Karena harapan saya, itu jadi wacana di manajemen SS,” tambahnya.
Tentang permintaan serikat pekerja? “Saya merasa perlu diwacanakan sebagai syarat agar SS tahu, karyawan butuh jaminan keselamatan dan kenyamanan ketika akhirnya membangun serikat pekerja. Agar ke depan, ketika ada karyawan mengalami nasib seperti saya, karyawan tidak diadili dengan semena-mena seperti yang saya alami,” kata Hendro lagi.
Langganan:
Postingan (Atom)
Disclaimer
AJI Surabaya adalah organisasi yang berdiri di bawah AJI Indonesia di Jakarta. Organisasi profesi yang berbasis serikat pekerja ini berkonsentrasi pada kebebasan pers, kebebasan berekspresi dan profesionalitas jurnalis.
:: 2008, Allright reserved by AJI Surabaya
:: 2008, Allright reserved by AJI Surabaya